Petitum Permohonan |
PERMOHONAN PRAPERADILAN
ATAS NAMA PARA PEMOHON :
FENDI YALANG & DONI TUWENO
Terhadap
Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (1) huruf ‘b’ jo pasal 12 huruf “e” Undang-undang nomor 18 tahun 2013 Tentang pencegahan dan pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diubah pada paragraf 4 pasal 37 Undang-undang RI nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dan/atau pasal 88 ayat (1) huruf ‘a’ Jo Pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan oleh Balai Pengaman dan Penegakan Hukum Lingkungan hidupdan Kehutanan wilayah Sulawesi Seksi wilayah III Manado
POS GAKUM LHK GORONTALO
MELAWAN
BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN WILAYAH SULAWESI SEKSI WILAYAH III MANADO
Sebagai TERMOHON
Oleh :
Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum
IRFAN SLAMET BANO., SH.I & PARTNERS
DI PENGADILAN NEGERI MARISA
Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI MARISA
Jalan P. Diponegoro Kompleks Blok Plan Perkantoran Marisa Kab. Pohuwato
di-
Marisa
Perihal : Permohonan Praperadilan
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami :
IRFAN SLAMET BANO. SH.I, dan AFRIZAL A. PAKAYA, SH semuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum IRFAN SLAMET BANO. SH.I & PARTNERS alamat Jalan Trans Sulawesi Desa Bakti, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo Hp : 0823-3555-5115, alamat domisili elektronik Email : irfanbano123@gmail.com.
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 17 Desember 2024, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Fendi Yalang & Doni Tuweno selanjutnya disebut sebagai PARA PEMOHON ——————
——————————–M E L A W A N——————————–
Kementrian Lingkungan Hidup dan kehutanan Cq Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Cq Balai Pengamanan Dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan kehutanan wilayah Sulawesi III Manado yang beralamat Jl.Babe Palar, Rike Kelurahan Wanea - Manado selanjutnya disebut sebagai TERMOHON ——————————————————————
Untuk mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap Fendi Yalang (Pemohon I) sebagai tersangka dengan surat ketetapan nomor : SP.Tsk.09/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/12/2024 dan Doni Tuweno (Pemohon II) sebagai tersangka Dengan surat ketetapan Nomor : SP.Tsk.10/BPPHLHK.3/SW-III/PPNS/12/2024 atas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat (1) huruf ‘b’ jo pasal 12 huruf “e” Undang-undang nomor 18 tahun 2013 Tentang pencegahan dan pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diubah pada paragraf 4 pasal 37 Undang-undang RI nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dan/atau pasal 88 ayat (1) huruf ‘a’ Jo Pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan oleh Balai Pengaman dan Penegakan Hukum Lingkungan hidup dan Kehutanan wilayah Sulawesi Seksi wilayah III Manado;
Adapun yang menjadi dasar dan alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :
- DASAR FILOSOFIS DAN HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
- Bahwa Harus dipahami landasan filosofis Hukum Acara Pidana bukan semata-mata untuk memproses pelaku dugaan tindak pidana, melainkan untuk mengawasi tindakan sewenang-wenang negara dalam hal ini adalah aparat penegak hukum terhadap individu atau korporasi;
- Bahwa landasan filosofis didasarkan pada fungsi instrumentasi asas legalitas dalam Hukum Acara Pidana yang mengandung makna bahwa dalam batas-batas yang ditentukan oleh Undang-Undang aparat penegak hukum dapat melakukan tindakan terhadap individu yang diduga melakukan dugaan Tindak Pidana dengan tetap merujuk pada due process of law yang berlaku Universal;
- Bahwa berdasarkan bekerjanya Hukum Acara Pidana yang demikian, sifat dan karakteristik Hukum Acara Pidana selalu berasaskan sifat keresmian dengan merujuk pada tiga postulat mendasar yaitu Lex Scripta yang berarti Hukum Acara Pidana harus tertulis, Lex Certa yang berarti Hukum Acara Pidana haruslah jelas atau tidak ambigu, dan Lex Stricta yang berarti Hukum Acara Pidana harus ditafsirkan secara ketat;
- Bahwa perlu dipahami dan diketahui, lahirnya lembaga praperadilan terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpurt Act dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi Manusia atau Subjek Hukum dalam hal ini Korporasi, Khususnya hak kemerdekaan, Habeas Corpurt Act memberikan hak kepada seseorang melalui suatu surat perintah Pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya melaksanakan Hukum Pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, hal ini untuk menjamin bahwa perampasan atau pembatasan kemerdekaan terhadap seseorang atau korporasi tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak manusia atau korporasi sebagai subjek hukum;
- Bahwa keberadaan lembaga praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X bagian kesatu KUHAP, Bab XII bagian kesatu KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/ PUU-XII/2014, secara jelas tegas dapat dimaksud sebagai sarana kontrol atau pengawasan secara horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu penyelidik/ penyidik maupun penuntut umum), sebagai upaya koreksi terhadap pengunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang di tentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia atau korporasi atau pun subjek hukum termasuk dalam hal ini Pemohon. Hal ini sebenarnya memberikan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia;
- Bahwa menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan;
- Kemudian di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. peringatan agar penegak hukum harus hati-hati dalam melaksanakan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku;
- Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain dari persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara Pidananya dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, juga dapat meliputi penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud tertuang dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyebutkan :
- Pasal 77 huruf a Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
- Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Jelas, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 merupakan dasar bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan;
|